Nasehat Untuk Para Wanita

Rabu, 18 Juli 2012
NASEHAT UNTUK PARA WANITA'

Sayidina Ali ra menceritakan suatu ketika melihat Rasulullah menangis manakala ia datang bersama Fatimah. Lalu keduanya bertanya mengapa Rasul menangis. Beliau menjawab, "Pada malam aku di-isra'-kan, aku melihat perempuan-perempuan yang sedang disiksa dengan berbagai siksaan.
Itulah sebabnya mengapa aku menangis. Karena, menyaksikan mereka yang sangat berat dan mengerikan siksanya.

Putri Rasulullah kemudian menanyakan apa yang dilihat ayahandanya. "Aku lihat ada perempuan digantung rambutnya, otaknya mendidih. Aku lihat perempuan digantung lidahnya, tangannya diikat ke belakang dan timah cair dituangkan ke dalam tengkoraknya. Aku lihat perempuan tergantang kedua kakinya dengan terikat tangannya sampai ke ubun-ubunnya, diulurkan ular dan kalajengking.

Dan aku lihat perempuan yang memakan badannya sendiri, di bawahnya dinyalakan api neraka.
Serta aku lihat perempuan yang bermuka hitam, memakan tali perutnya sendiri. Aku lihat perempuan yang telinganya pekek dan matanya buta, dimasukkan ke dalam peti yang dibuat dari api neraka, otaknya keluar dari lubang hidung, badannya berbau busuk karena penyakit sopak dan kusta.

Aku lihat perempuan yang badannya seperti himar, beribu-ribu kesengsaraan dihadapinya. Aku lihat perempuan yang rupanya seperti anjing, sedangkan api masuk melalui mulut dan keluar dari duburnya sementara malikat memukulnya dengan pentung dari api neraka," kata Nabi.

Fatimah Az-Zahra kemudian menanyakan mengapa mereka disiksa seperti itu?
*Rasulullah menjawab, "Wahai putriku, adapun mereka yang tergantung rambutnya hingga otaknya mendidih adalah wanita yang tidak menutup rambutnya sehingga terlihat oleh laki-laki yang bukan muhrimnya.

*Perempuan yang digantung susunya adalah istri yang 'mengotori' tempat tidurnya.

*Perempuan yang tergantung kedua kakinya ialah perempuan yang tidak taat kepada suaminya, ia keluar rumah tanpa izin suaminya, dan perempuan yang tidak mau mandi suci dari haid dan nifas.

*Perempuan yang memakan badannya sendiri ialah karena ia berhias untuk lelaki yang bukan muhrimnya dan suka mengumpat orang lain.

*Perempuan yang memotong badannya sendiri dengan gunting api neraka karena ia memperkenalkan dirinya kepada orang lain dengan cara bersolek dan berhias supaya kecantikannya dilihat laki-laki yang bukan muhrimnya.

*Perempuan yang diikat kedua kaki dan tangannya ke atas ubun-ubunnya diulurkan ular dan kalajengking padanya karena ia bisa shalat tapi tidak mengamalkannya dan tidak mau mandi junub.

*Perempuan yang kepalanya seperti babi dan badannya seperti himar ialah tukang umpat dan pendusta. Perempuan yang menyerupai anjing ialah perempuan yang suka memfitnah dan membenci suami."

Mendengar itu, Sayidina Ali dan Fatimah Az-Zahra pun turut menangis. Dan inilah peringatan kepada kaum perempuan.
"Jika wanita Menangis......"

Jika seorang wanita menangis dihadapanmu, Itu berarti dia tak dapat menahannya lagi.

Jika kamu memegang tangannya saat dia menangis, Dia akan tinggal bersamamu sepanjang hidupmu.

Jika kamu membiarkannya pergi, Dia tidak akan pernah kembali lagi menjadi dirinya yang dulu. Selamanya....

Seorang wanita tidak akan menangis dengan mudah, Kecuali didepan orang yang amat dia sayangi. Dia menjadi lemah.

Seorang wanita tidak akan menangis dengan mudah, Hanya jika dia sangat menyayangimu, Dia akan menurunkan rasa egoisnya.

Lelaki, jika seorang wanita pernah menangis karena mu, Tolong pegang tangannya dengan pengertian. Dia adalah orang yang akan tetap bersamamu sepanjang hidupmu.

Lelaki, jika seorang wanita menangis karenamu. Tolong jangan menyia-nyiakannya. Mungkin karena keputusanmu, kau merusak kehidupannya.

Saat dia menangis didepanmu, Saat dia menangis karnamu, Lihatlah matanya....
Dapatkah kau lihat dan rasakan sakit yang dirasakannya?

Pikirkan....
Wanita mana lagikah yang akan menangis dengan murni, penuh rasa sayang,
Didepanmu dan karenamu......

Dia menangis bukan karena dia lemah
Dia menangis bukan karena dia menginginkan simpati atau rasa kasihan
Dia menangis,Karena menangis dengan diam-diam tidaklah memungkinkan lagi.

Lelaki,
Pikirkanlah tentang hal itu.
Jika seorang wanita menangisi hatinya untukmu,
Dan semuanya karena dirimu.
Inilah waktunya untuk melihat apa yang telah kau lakukan untuknya.

Hanya kau yang tahu jawabannya....
Pertimbangkanlah, Karena suatu hari nanti
Mungkin akan terlambat untuk menyesal,
Mungkin akan terlambat untuk bilang 'MAAF'!!

Kematian Sebagai Nasehat

Minggu, 15 Juli 2012

Kematian Sebagai Nasihat

"Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!" (HR. Tirmidzi)

Berbahagialah hamba-hamba Allah yang senantiasa bercermin dari kematian. Tak ubahnya seperti guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tak lari menyimpang.

Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan. Di antaranya adalah apa yang mungkin sering kita rasakan dan lakukan.

1.   Kematian mengingatkan bahwa waktu sangat berharga
Tak ada sesuatu pun buat seorang mukmin yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain kematian. Tak seorang pun tahu berapa lama lagi jatah waktu pentasnya di dunia ini akan berakhir. Sebagaimana tak seorang pun tahu di mana kematian akan menjemputnya.

Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tak ada satu detik pun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. Allah swt mengingatkan itu dalam surah Al-Anbiya ayat 1, "Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya)."

Ketika jatah waktu terhamburkan sia-sia, dan ajal sudah di depan mata. Tiba-tiba, lisan tergerak untuk mengatakan, "Ya Allah, mundurkan ajalku sedetik saja. Akan kugunakan itu untuk bertaubat dan mengejar ketinggalan." Tapi sayang, permohonan tinggallah permohonan. Dan, kematian akan tetap datang tanpa ada perundingan.

Allah swt berfirman dalam surah Ibrahim ayat 44,
"Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) dating azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang zalim: 'Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul.."

“Kejarlah dunia seakan-akan kamu akan mati seribu tahun lagi. Kejarlah akhirat seakan-akan kamu akan mati esok”
Bukhori’



2.   Kematian mengingatkan bahwa kita bukan siapa-siapa
Kalau kehidupan dunia bisa diumpamakan dengan pentas sandiwara, maka kematian adalah akhir segala peran. Apa pun dan siapa pun peran yang telah dimainkan, ketika sutradara mengatakan 'habis', usai sudah permainan. Semua kembali kepada peran yang sebenarnya.

Lalu, masih kurang patutkah kita dikatakan orang gila ketika bersikeras akan tetap selamanya menjadi tokoh yang kita perankan. Hingga kapan pun. Padahal, sandiwara sudah berakhir.

Sebagus-bagusnya peran yang kita mainkan, tak akan pernah melekat selamanya. Silakan kita bangga ketika dapat peran sebagai orang kaya. Silakan kita menangis ketika berperan sebagai orang miskin yang menderita. Tapi, bangga dan menangis itu bukan untuk selamanya. Semuanya akan berakhir. Dan, peran-peran itu akan dikembalikan kepada sang sutradara untuk dimasukkan kedalam laci-laci peran.

Teramat naif kalau ada manusia yang berbangga dan yakin bahwa dia akan menjadi orang yang kaya dan berkuasa selamanya. Pun begitu, teramat naïf kalau ada manusia yang merasa akan terus menderita selamanya. Semua berawal, dan juga akan berakhir. Dan akhir itu semua adalah kematian.

Temanmu didunia yang menemanimu di dunia tak mau ikut mati bersamau ke kubur

Orang tuanmu / anak-anakmu yang merawat dan menjagamu tak mau ikut bersamamu

Kekasihmu yang berjanji mencintaimu juga tak mau ikut bersamamu menemanimu di alam kubur

3.   Kematian mengingatkan bahwa kita tak memiliki apa-apa
Islam menggariskan bahwa tak ada satu benda pun yang boleh ikut masuk ke liang lahat kecuali kain kafan. Siapa pun dia. Kaya atau miskin. Penguasa atau rakyat jelata Semuanya akan masuk lubang kubur bersama bungkusan kain kafan. Cuma kain kafan itu.

Itu pun masih bagus. Karena, kita terlahir dengan tidak membawa apa-apa. Cuma tubuh kecil yang telanjang. Lalu, masih layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih keberhasilan. Masih patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan kepemilikan. Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama sesuatu yang tak berharga.

Ternyata, semua hanya peran. Dan pemilik sebenarnya hanya Allah. Ketika peran usai, kepemilikan pun kembali kepada Allah. Lalu, dengan keadaan seperti itu, masihkah kita menyangkal bahwa kita bukan apa-apa. Dan, bukan siapa-siapa. Kecuali, hanya hamba Allah. Setelah itu, kehidupan pun berlalu melupakan peran yang pernah kita mainkan.

Manusia berlomba-lomba membeli pakaian mahal,
Tapi kain kafanlah pakaian terakhir yang ia kenakan

Manusia berlomba-lomba memilik kendara’an mewah,
Tapi kerandalah kendara’an yang membawa’nya ke kubur

Manusia berlomba-lomba membangun rumah dan gedung mewah,
Tapi tanah kuburanlah rumah terakhir’nya

4.   Kematian mengingatkan bahwa hidup sementara
Kejayaan dan kesuksesan kadang menghanyutkan anak manusia kepada sebuah khayalan bahwa ia akan hidup selamanya. Hingga kapan pun. Seolah ia ingin menyatakan kepada dunia bahwa tak satu pun yang mampu memisahkan antara dirinya dengan kenikmatan saat ini.

Ketika sapaan kematian mulai datang berupa rambut yang beruban, tenaga yang kian berkurang, wajah yang makin keriput, barulah ia tersadar. Bahwa, segalanya akan berpisah. Dan pemisah kenikmatan itu bernama kematian. Hidup tak jauh dari siklus: awal, berkembang, dan kemudian berakhir.

5.   Kematian mengingatkan bahwa hidup begitu berharga
Seorang hamba Allah yang mengingat kematian akan senantiasa tersadar bahwa hidup teramat berharga. Hidup tak ubahnya seperti ladang pinjaman. Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan menanam tumbuhan yang berharga. Dengan sungguh-sungguh. Petani itu khawatir, ia tidak mendapat apa-apa ketika ladang harus dikembalikan.

"Ad-Dun-ya mazra'atul lil akhirah." (Dunia adalah ladang buat akhirat)

Orang yang mencintai sesuatu takkan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu. Termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingat. Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan.

“ORANG YANG PINTAR SELALU INGAN DENGAN MATI DAN MEMBAGUSI PERSIAPAN UNTUK SETELAH MATI”

------------------------------

semoga bermanfaat...
Jazakumullahukhoiroh



Aku Belum Menikah karena Belum ?

Sabtu, 14 Juli 2012

Aku Belum Menikah Karena Belum. . .

1. Belum Bekerja

Inilah masalah klasik seputar menikah, terutama bagi
pihak pemuda. Ketika sudah merasa cocok dengan seorang
muslimah, dan jika ditunda-tunda bisa berakibat buruk,
ternyata si Pemuda belum punya pekerjaan untuk
menghidupi keluarga kelak. "mau dikasih makan apa anak
dan istri kamu, dikasih cinta doang ?!?" Begitulah
perkataan sinis yang senantiasa terngiang-ngiang
ditelinganya.

Seorang laki-laki memang merupakan tulang punggung
dalam sebuah keluarga. Menghidupi seluruh anggota
keluarga adalah tanggung jawabnya. Rasulullah
bersabda, yang artinya, "Bertaqwalah kepada Allah dalam
memperlakukan wanita. Sebab kamu mengambilnya dengan
amanat allah dan farjinya menjadi halal bagi kamu
dengan kalimat Allah. (Menjadi) kewajiban kamu untuk
memberi rizki dan pakaiannya dengan cara yang baik."
(HR.Muslim)

Dengan demikian, penghasilan dalam suatu keluarga
memang diperlukan. Namun sebenarnya, tidak berarti
belum kerja kemudian tidak boleh menikah. Allah SWT
berfirman, yang artinya, "Dan nikahkanlah orang-orang
yang sendirian (belum menikah) diantara kamu, dan
orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan
mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas
(Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Surat An-Nur :
32)

Penghasilan bisa dicari setelah menikah. Yang pertama
kali harus dilakukan adalah percaya dan yakin akan
janji Allah pada firman-Nya di atas. Tak sedikit
pemuda yang susah mencari kerja sebelum menikah, tapi
setelah menikah ternyata banyak tawaran kerja dan
peluang kerja.

Sebagai persiapan sebelum menikah, kesungguhan dalam
menuntut ilmu dunia agar kelak mudah mendapatkan
penghidupan yang baik pula untuk dilakukan. Walaupun
tak selamanya relevan, kuliah yang baik dan dan
prestasi yang bagus masih merupakan suatu modal yang
dapat diandalkan dalam mencari kerja. Bagaimana kalau
kuliah sudah terlanjur tidak karuan ? Jika sudah
begini perlu juga pegang prinsip bahwa pekerjaan kelak
tidak harus sesuai dengan bidang yang dipelajari saat
ini. Banyak yang dapat rejeki lumayan dari bekerja
dalam suatu bidang yang dulu tidak pernal dipelajari
dalam jenjang pendidikan formal.

Persiapan lain yang bisa dilakukan adalah kuliah
sambil kerja. Sembari menabung, juga bisa untuk
jaga-jaga apabila ketika lulus nanti tidak langsung
diterima bekerja sesuai bidang yang dipelajari.

2. Belum Lulus

Berbeda dengan yang pertama, masalah yang satu ini
bisa menjadi penghalang bagi pihak pemuda dan pemudi.
Mungkin seseorang sudah bekerja atau sudah punya
prinsip untuk mencari kerja setelah menikah namun ia
ragu untuk menikah gara-gara belum lulus kuliah. Bisa
jadi pula yang punya alasan seperti ini sang pemudi
pujaan hatinya. Bayangan kuliah sambil menikah baginya
tampak menyeramkan. Kuliah sambil mengurus diri
sendiri saja sudah repot apalagi jika harus ditambah
tanggung jawab mengurus orang lain. Ditambah kalau si
buah hati sudah lahir dan belum juga lulus kuliah,
tampaknya akan tambah repot.

Sebenarnya, menikah tidaklah selalu mengganggu kuliah.
Malahan hadirnya pendamping hidup baru bisa menambah
semangat utuk belajar. Bisa jadi, sebelum menikah
malas-malasan belajarnya, ketika sudah menikah malah
tambah semangat dan tambah rajin untuk belajar. Tidak
sedikit yang mengalami perubahan demikian, apalagi
secara peraturan akademik seorang mahasiswa sudah
diperbolehkan untuk menikah. Seorang mahasiswa sudah
tidak dianggap ABG (Anak Baru Gede) lagi, tapi AUG
(Anak Udah Gede) alias sudah dewasa. Seorang yang
sudah dewasa dianggap sudah bisa bertanggung jawab apa
yang menjadi pilihan hidupnya.

Memang benar untuk tetap mengadakan persiapan jika
mengambil jalan menikah di saat masih kuliah. Yang
pertama harus disadari adalah bahwa hidup berkeluarga
adalah berbeda dengan hidup sendirian. Tidak pantas
jika orang yang sudah menikah tetap bebas, lepas,
menelantarkan keluarganya sebagaimana dulu bisa ia
lakukan ketika masih lajang. Orang yang menikah sambil
kuliah juga harus pandai-pandai mengatur waktu antara
tanggung jawabnya dalam keluarga dan dalam belajar.
Selain waktu, manajemen pemikiran juga solid, karena
begitu menikah masalah-masalah dulu yang belum ada
mendadak bermunculan secara serentak. Bagaimana
memahami pasangan hidup baru, bagaimana jika hamil dan
melahirkan, bagaimana mendidik anak, bagaimana mencari
rumah -nebeng mertua atau cari kontrakan-, bagaimana
bersikap kepada mertua, tetangga dan lain-lain,
apalagi masih harus memikirkan pelajaran.

Pusing....? Semoga tidak. Sebenarnya menikah sambil
kuliah bisa disiapkan sejak hari ini, bahkan juga
sudah sejak SD. Modal awalnya adalah manajemen diri
sendiri. Ketika seorang sudah sejak dahulu berlatih
untuk hidup mandiri, akan mudah baginya untuk hidup
berkeluarga. Misalnya saja sudah sejak SD bisa mencuci
pakaian dan piring sendiri, mengatur waktu belajar,
berorganisasi, dan bermain, mengatur keuangan sendiri,
dan sebagainya. Kesiapan juga bisa diraih jika
seseorang biasa menghadapi dan memecahkan problem
hidupnya. Karena itu perlu organisasi dan bersaudara
dengan orang lain, saling mengenal, memahami orang
lain dan membantu kesulitannya.

3. Belum Cocok

Mungkin pula sudah lulus, sudah kerja, sudah berusaha
cari calon pasangan tapi merasa belum menemukan
pasangan yang cocok, sehingga belum jadi menikah pula,
padahal sudah hampir tidak tahan ! Ini juga merupakan
masalah yang bisa datang dari kedua belah pihak, baik
pihak pemuda maupun pemudi. Kecocokan memang
diperlukan. yang jadi pertimbangan dasar dan awal
tetentu saja faktor agama, yaitu aqidah dan akhlaknya.
Allah berfirman, yang artinya :

"Mereka (perrempuan-perempuan mukmin) tidak halal bagi
laki-laki kafir. Dan laki-laki kafir pun tidak halal
bagi mereka." (Al-Mumtahanah : 10)

Rasulullah juga bersabda, "Wanita itu dinikahi karena
4 hal : karena kecantikannya, karena keturunannya,
karena kekayaannya, dan karena agamanya. Menangkanlah
dengan memilih agamanya maka taribat yadaaka (kembali
kepada fitrah atau beruntung)." (HR. Al-Bukhari,
Muslim, dan lain-lain)

Keadaan yang lain adalah nomor dua setelah
pertimbangan agama. Namun kebanyakan di sinilah
ketidakcocokannya. Sudah dapat yang agamanya bagus
tapi kok nggak cocok pekerjaannya, nggak cocok latar
belakang pendidikannya, nggak cocok hobinya, warna
matanya kok begitu, pakai kacamata, kok
hidungnya...dan lain-lain.

Kalau mau mencari kekurangan tiap orang pasti punya
kekurangan karena tidak ada manusia yang diciptakan
secara sempurna. Sudah cantik, kaya, keturunan
bangsawan, pandai, rajin, keibuan, penyayang, tidak
pernah berbuat salah.

Ketika seorang pemuda atau pemudi sudah mau menikah,
memang seharusnya cari tahu dulu tentang calon
pasangan hidupnya ke sahabatnya, saudaranya atau
ustadznya, atau yang lainnya, baik kelebihan maupun
kekurangannya. Jika sudah tahu, tanyakan pada diri
sendiri, apakah bisa menerima dan memaklumi kekurangan
serta kelebihan si dia. Rasulullah bersabda, yang
artinya,

"Janganlah seorang mukmin laki-laki membenci mukmin
perempuan. Bila dia membencinya dari satu sisi, tapi
akan menyayang dari sisi lain." (HR.Muslim)

Jadi, jangan hanya melihat kekurangannya saja, tapi
juga perlu melihat kelebihannya. Ketika kekurangan
sudah bisa diterima, kelebihan akan lebih bisa
menimbulkan perasaan suka. Karea itu, jangan sampai
sulit nikah karena dibikin sendiri.

4. Belum Mantap

Masalah satu ini juga bisa terjadi pada tiap orang
pihak pemuda, pihak pemudi, baik yang sudah kerja atau
yang belum, baik sudah lulus atau belum. Pertama kali,
perlu diselidiki belum mantapnya itu karena apa,
karena tak sedikit yang beralasan belum mantap, ketika
ditelusuri larinya juga menuju ketiga masalah 'belum'
di atas.

Namun ada juga yang belum mantap karena memang merasa
persiapan dirinya kurang baik ilmu tentang pernikahan,
keluarga, dan pernik-pernik di sekitarnya. Orang
seperti ini malah tidak memusingkan masalah ketiga
'belum' di atas, karena memang dia merasa belum siap
dan belum mampu.

Solusinya tidak lain adalah mementapkan dan
mempersiapkan diri. Hal ini bisa ditempuh lewat
menuntut ilmu tentang pernikahan, dan keluarga, baik
dengan menghadiri pengajian, yang membahas masalah
tersebut atau dengan membaca buku-buku mengenainya.
Penting pula untuk menimba pengalaman kepada orang
yang sudah menikah, karena kadang-kadang buku-buku dan
ceramah ilmiah dan formal tidak membahas masalah
praktis yang detail yang diperlukan agar siap menikah.

"Dua orang yang saling mencintai segerahlah menikah"
 
HR Bukhori