Aku Belum Menikah Karena Belum. . .
1. Belum Bekerja
Inilah masalah klasik seputar menikah, terutama bagi
pihak pemuda. Ketika sudah merasa cocok dengan seorang
muslimah, dan jika ditunda-tunda bisa berakibat buruk,
ternyata si Pemuda belum punya pekerjaan untuk
menghidupi keluarga kelak. "mau dikasih makan apa anak
dan istri kamu, dikasih cinta doang ?!?" Begitulah
perkataan sinis yang senantiasa terngiang-ngiang
ditelinganya.
Seorang laki-laki memang merupakan tulang punggung
dalam sebuah keluarga. Menghidupi seluruh anggota
keluarga adalah tanggung jawabnya. Rasulullah
bersabda, yang artinya, "Bertaqwalah kepada Allah dalam
memperlakukan wanita. Sebab kamu mengambilnya dengan
amanat allah dan farjinya menjadi halal bagi kamu
dengan kalimat Allah. (Menjadi) kewajiban kamu untuk
memberi rizki dan pakaiannya dengan cara yang baik."
(HR.Muslim)
Dengan demikian, penghasilan dalam suatu keluarga
memang diperlukan. Namun sebenarnya, tidak berarti
belum kerja kemudian tidak boleh menikah. Allah SWT
berfirman, yang artinya, "Dan nikahkanlah orang-orang
yang sendirian (belum menikah) diantara kamu, dan
orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan
mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas
(Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Surat An-Nur :
32)
Penghasilan bisa dicari setelah menikah. Yang pertama
kali harus dilakukan adalah percaya dan yakin akan
janji Allah pada firman-Nya di atas. Tak sedikit
pemuda yang susah mencari kerja sebelum menikah, tapi
setelah menikah ternyata banyak tawaran kerja dan
peluang kerja.
Sebagai persiapan sebelum menikah, kesungguhan dalam
menuntut ilmu dunia agar kelak mudah mendapatkan
penghidupan yang baik pula untuk dilakukan. Walaupun
tak selamanya relevan, kuliah yang baik dan dan
prestasi yang bagus masih merupakan suatu modal yang
dapat diandalkan dalam mencari kerja. Bagaimana kalau
kuliah sudah terlanjur tidak karuan ? Jika sudah
begini perlu juga pegang prinsip bahwa pekerjaan kelak
tidak harus sesuai dengan bidang yang dipelajari saat
ini. Banyak yang dapat rejeki lumayan dari bekerja
dalam suatu bidang yang dulu tidak pernal dipelajari
dalam jenjang pendidikan formal.
Persiapan lain yang bisa dilakukan adalah kuliah
sambil kerja. Sembari menabung, juga bisa untuk
jaga-jaga apabila ketika lulus nanti tidak langsung
diterima bekerja sesuai bidang yang dipelajari.
2. Belum Lulus
Berbeda dengan yang pertama, masalah yang satu ini
bisa menjadi penghalang bagi pihak pemuda dan pemudi.
Mungkin seseorang sudah bekerja atau sudah punya
prinsip untuk mencari kerja setelah menikah namun ia
ragu untuk menikah gara-gara belum lulus kuliah. Bisa
jadi pula yang punya alasan seperti ini sang pemudi
pujaan hatinya. Bayangan kuliah sambil menikah baginya
tampak menyeramkan. Kuliah sambil mengurus diri
sendiri saja sudah repot apalagi jika harus ditambah
tanggung jawab mengurus orang lain. Ditambah kalau si
buah hati sudah lahir dan belum juga lulus kuliah,
tampaknya akan tambah repot.
Sebenarnya, menikah tidaklah selalu mengganggu kuliah.
Malahan hadirnya pendamping hidup baru bisa menambah
semangat utuk belajar. Bisa jadi, sebelum menikah
malas-malasan belajarnya, ketika sudah menikah malah
tambah semangat dan tambah rajin untuk belajar. Tidak
sedikit yang mengalami perubahan demikian, apalagi
secara peraturan akademik seorang mahasiswa sudah
diperbolehkan untuk menikah. Seorang mahasiswa sudah
tidak dianggap ABG (Anak Baru Gede) lagi, tapi AUG
(Anak Udah Gede) alias sudah dewasa. Seorang yang
sudah dewasa dianggap sudah bisa bertanggung jawab apa
yang menjadi pilihan hidupnya.
Memang benar untuk tetap mengadakan persiapan jika
mengambil jalan menikah di saat masih kuliah. Yang
pertama harus disadari adalah bahwa hidup berkeluarga
adalah berbeda dengan hidup sendirian. Tidak pantas
jika orang yang sudah menikah tetap bebas, lepas,
menelantarkan keluarganya sebagaimana dulu bisa ia
lakukan ketika masih lajang. Orang yang menikah sambil
kuliah juga harus pandai-pandai mengatur waktu antara
tanggung jawabnya dalam keluarga dan dalam belajar.
Selain waktu, manajemen pemikiran juga solid, karena
begitu menikah masalah-masalah dulu yang belum ada
mendadak bermunculan secara serentak. Bagaimana
memahami pasangan hidup baru, bagaimana jika hamil dan
melahirkan, bagaimana mendidik anak, bagaimana mencari
rumah -nebeng mertua atau cari kontrakan-, bagaimana
bersikap kepada mertua, tetangga dan lain-lain,
apalagi masih harus memikirkan pelajaran.
Pusing....? Semoga tidak. Sebenarnya menikah sambil
kuliah bisa disiapkan sejak hari ini, bahkan juga
sudah sejak SD. Modal awalnya adalah manajemen diri
sendiri. Ketika seorang sudah sejak dahulu berlatih
untuk hidup mandiri, akan mudah baginya untuk hidup
berkeluarga. Misalnya saja sudah sejak SD bisa mencuci
pakaian dan piring sendiri, mengatur waktu belajar,
berorganisasi, dan bermain, mengatur keuangan sendiri,
dan sebagainya. Kesiapan juga bisa diraih jika
seseorang biasa menghadapi dan memecahkan problem
hidupnya. Karena itu perlu organisasi dan bersaudara
dengan orang lain, saling mengenal, memahami orang
lain dan membantu kesulitannya.
3. Belum Cocok
Mungkin pula sudah lulus, sudah kerja, sudah berusaha
cari calon pasangan tapi merasa belum menemukan
pasangan yang cocok, sehingga belum jadi menikah pula,
padahal sudah hampir tidak tahan ! Ini juga merupakan
masalah yang bisa datang dari kedua belah pihak, baik
pihak pemuda maupun pemudi. Kecocokan memang
diperlukan. yang jadi pertimbangan dasar dan awal
tetentu saja faktor agama, yaitu aqidah dan akhlaknya.
Allah berfirman, yang artinya :
"Mereka (perrempuan-perempuan mukmin) tidak halal bagi
laki-laki kafir. Dan laki-laki kafir pun tidak halal
bagi mereka." (Al-Mumtahanah : 10)
Rasulullah juga bersabda, "Wanita itu dinikahi karena
4 hal : karena kecantikannya, karena keturunannya,
karena kekayaannya, dan karena agamanya. Menangkanlah
dengan memilih agamanya maka taribat yadaaka (kembali
kepada fitrah atau beruntung)." (HR. Al-Bukhari,
Muslim, dan lain-lain)
Keadaan yang lain adalah nomor dua setelah
pertimbangan agama. Namun kebanyakan di sinilah
ketidakcocokannya. Sudah dapat yang agamanya bagus
tapi kok nggak cocok pekerjaannya, nggak cocok latar
belakang pendidikannya, nggak cocok hobinya, warna
matanya kok begitu, pakai kacamata, kok
hidungnya...dan lain-lain.
Kalau mau mencari kekurangan tiap orang pasti punya
kekurangan karena tidak ada manusia yang diciptakan
secara sempurna. Sudah cantik, kaya, keturunan
bangsawan, pandai, rajin, keibuan, penyayang, tidak
pernah berbuat salah.
Ketika seorang pemuda atau pemudi sudah mau menikah,
memang seharusnya cari tahu dulu tentang calon
pasangan hidupnya ke sahabatnya, saudaranya atau
ustadznya, atau yang lainnya, baik kelebihan maupun
kekurangannya. Jika sudah tahu, tanyakan pada diri
sendiri, apakah bisa menerima dan memaklumi kekurangan
serta kelebihan si dia. Rasulullah bersabda, yang
artinya,
"Janganlah seorang mukmin laki-laki membenci mukmin
perempuan. Bila dia membencinya dari satu sisi, tapi
akan menyayang dari sisi lain." (HR.Muslim)
Jadi, jangan hanya melihat kekurangannya saja, tapi
juga perlu melihat kelebihannya. Ketika kekurangan
sudah bisa diterima, kelebihan akan lebih bisa
menimbulkan perasaan suka. Karea itu, jangan sampai
sulit nikah karena dibikin sendiri.
4. Belum Mantap
Masalah satu ini juga bisa terjadi pada tiap orang
pihak pemuda, pihak pemudi, baik yang sudah kerja atau
yang belum, baik sudah lulus atau belum. Pertama kali,
perlu diselidiki belum mantapnya itu karena apa,
karena tak sedikit yang beralasan belum mantap, ketika
ditelusuri larinya juga menuju ketiga masalah 'belum'
di atas.
Namun ada juga yang belum mantap karena memang merasa
persiapan dirinya kurang baik ilmu tentang pernikahan,
keluarga, dan pernik-pernik di sekitarnya. Orang
seperti ini malah tidak memusingkan masalah ketiga
'belum' di atas, karena memang dia merasa belum siap
dan belum mampu.
Solusinya tidak lain adalah mementapkan dan
mempersiapkan diri. Hal ini bisa ditempuh lewat
menuntut ilmu tentang pernikahan, dan keluarga, baik
dengan menghadiri pengajian, yang membahas masalah
tersebut atau dengan membaca buku-buku mengenainya.
Penting pula untuk menimba pengalaman kepada orang
yang sudah menikah, karena kadang-kadang buku-buku dan
ceramah ilmiah dan formal tidak membahas masalah
praktis yang detail yang diperlukan agar siap menikah.
"Dua orang yang saling mencintai segerahlah menikah"
HR Bukhori
"Dua orang yang saling mencintai segerahlah menikah"
HR Bukhori
OMDO, NATO .. Hahaha
Yg nulis aja blum nikah..